Klarifikasi Direktur Utama PDAM Natuna
Klarifikasi Direktur Utama PDAM Natuna: Mengungkap Akar Masalah BPJS, Keterlambatan Gaji, dan Mafia Lahan Mantan Direktur
Natuna -Perhatian masyarakat terhadap Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Natuna semakin meningkat. Isu-isu mulai dari keterlambatan pembayaran BPJS, gaji pegawai yang terhambat, hingga masalah tanah yang melibatkan mantan direktur, kini menjadi topik hangat dalam diskusi publik. Untuk merespons masalah ini, Direktur Utama PDAM Natuna berbicara dan mengungkap fakta-fakta di balik isu-isu yang mengganggu perusahaan daerah tersebut. Jum'at 3 Oktober 2025.
BPJS: Masalah Lama yang Terpendam
Direktur Utama PDAM menegaskan bahwa masalah keterlambatan iuran BPJS bukanlah akibat dari manajemen sekarang, melainkan merupakan warisan dari masalah yang sudah ada sebelum ia menjabat.
“Ini adalah isu lama, bahkan hingga kini, saya sendiri belum terdaftar di BPJS melalui PDAM. Kami telah berdiskusi dengan BPJS Tanjungpinang dan Natuna untuk menyelesaikan masalah ini, dan telah mencapai kesepakatan,” ujarnya saat berada diruang kerja.
Keterlambatan Gaji Pegawai: Fasilitas yang Buruk, Pendapatan Terbatas
Ia juga menjelaskan tentang keterlambatan gaji pegawai yang sering menjadi sorotan. Ia menyatakan bahwa ini terjadi karena pendapatan perusahaan jauh dari cukup, disebabkan oleh kondisi fasilitas PDAM yang cukup tua, rusak, dan tidak memenuhi standar.
“Dari lebih dari 600 pelanggan, sekitar 350 meter air mengalami kerusakan. Akibatnya, banyak pelanggan hanya membayar Rp18 ribu per bulan, padahal biaya operasional jauh lebih besar. Fasilitas dari intake hingga reservoir tidak memiliki sistem penyaringan yang memadai, sehingga pasir dan sampah sering masuk ke rumah warga. Inilah yang membuat meteran mudah rusak,” jelasnya.
Kondisi semakin parah dengan faktor alam. Saat musim kemarau, aliran air menjadi rendah. Sebaliknya, di musim hujan, pipa-pipa tua yang tidak memenuhi standar SPAM sering pecah di berbagai lokasi. Ditambah lagi, adanya pencurian air dan tunggakan pembayaran oleh pelanggan memperburuk keadaan keuangan.
“Kami hanya mengelola fasilitas yang sederhana, tetapi diharapkan menghasilkan pendapatan yang besar. Itu tidak mungkin. Meskipun demikian, kami berusaha menyajikan layanan agar masyarakat tetap mendapatkan pasokan air bersih,” tekanannya.
Tidak kalah menonjol, Direktur Utama PDAM juga membahas masalah terkait Harmain, mantan direktur PDAM, yang disebut-sebut menutup jalur akses menuju tempat penampungan air (WTP).
Menurutnya, kasus ini lebih besar dari konflik internal, melainkan menyangkut dugaan penguasaan tanah milik Pemda seluas 415 meter persegi oleh Harmain selama sekitar 20 tahun. Tanah ini sebenarnya telah dibebaskan dengan anggaran Rp125 juta untuk pembangunan fasilitas PDAM, namun malah digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Anak Harmain secara langsung mengancam saya. Jika tidak diangkat sebagai pegawai PDAM, akses ke bak air akan ditutup. Ini jelas mengganggu pelayanan kepada masyarakat. Kami telah melaporkan masalah ini ke pihak kepolisian,” tegasnya.
Tak hanya itu, Harmain juga pernah meminta setengah ton bahan kimia penjernih air untuk kepentingan pribadi, namun permintaan itu ditolak karena bahan tersebut adalah aset Pemda, bukan milik pribadi.
Di akhir klarifikasinya, Direktur Utama PDAM menegaskan bahwa seluruh masalah ini bukan sepenuhnya disebabkan oleh kelalaian manajemen, tetapi adalah akumulasi dari isu-isu lama yang terpendam: kondisi fasilitas yang buruk, administrasi yang tidak ter urus, dan kepentingan pribadi yang mencemari institusi.
Kami telah memberikan masalah ini kepada pemimpin daerah. Sekarang, solusi sedang dipersiapkan dan kita hanya perlu menunggu prosesnya berlangsung. Saya ingin menekankan bahwa semua staf PDAM bekerja keras di lapangan untuk memastikan masyarakat tetap dapat menikmati air bersih, meskipun kami mengelola fasilitas yang sangat tidak memadai,” ujarnya.
Kontributor : Frans
Editor : Tim EDUKASI-R I